Koperasi Bukit Kijang
dan Unit-Unit Usaha Bersama SPI
Koperasi merupakan bentuk unit
usaha yang paling sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan. Menurut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), karakteristik utama
koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi
memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan
pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Pada koperasi tak ada majikan dan
tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerja sama untuk menyelenggarakan
keperluan bersama (Hatta, 1954). Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama
oleh seluruh anggotanya, dimana setiap anggota memiliki hak suara yang sama
dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi
(biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil
anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen
berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.
Koperasi diperkenalkan di
Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896.
Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat
utang dengan rentenir. Wakil Presiden Indonesia pertama, Mohammad Hatta, juga
termasuk salah satu tokoh yang sangat mendorong koperasi agar menjadi dasar
sistem ekonomi rakyat Indonesia.
Sebagai salah satu upaya yang
dilakukan Serikat Petani Indonesia (SPI) untuk memberdayakan ekonomi petani
kecil adalah dengan mendorong dibentuknya koperasi-koperasi mulai dari tingkat
basis. Berikut akan diuraikan salah satu contoh koperasi SPI yang berhasil
menjadi penggerak utama perekonomian anggotanya di Basis Bukit Kijang,
Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Indonesia. Beberapa unit usaha bersama
prakoperasi juga telah diinisiasi dibeberapa basis SPI lain seperti di
basis-basis lain di Kabupaten Asahan, Langkat, Padang Lawas, dan Kabupaten
Bogor Jawa Barat.
Tahun 1973, sekitar 54 buruh tani
dari Desa Gunung Melayu, Asahan menggarap tanah di daerah Bukit Kijang yang
masih berupa hutan semak dan padang ilalang. Penggarapan dilakukan sesuai
dengan kemampuan masing-masing petani, hingga keseluruhan lahan yang telah
digarap mencapai ± 100 Ha.
Pada tahun 1980-an, salah seorang
tuan tanah lokal Miskamto alias Camcin, mengklaim memiliki tanah yang digarap
oleh petani bukit kijang, dengan berdasarkan pada alas hak sertifikat yang
dimilikinya, yang tidak diketahui proses kepemilikannya. Berbagai tindakan
represif dilakukan oleh Miskamto alias Camcin, melalui tangan militer dan
polisi dari komando tertinggi hingga desa, untuk mengusir petani Bukit Kijang
dari lahannya. Meski demikian, petani tetap bertahan diatas lahan yang mereka
garap.
Tanggal 27 Januari 1992 para
petani berjuang dengan membentuk kelompok tani dengan nama Organisasi Tani
Lanjutan (OTL) Tani Jaya, untuk memperkuat perjuangan mereka. Tahun 1994
kelompok tani Bukit Kijang bersama dengan beberapa kelompok tani dari beberapa
kabupaten di Sumatera Utara mendeklarasikan berdirinya Serikat Petani Sumatera
Utara (kini DPW SPI Sumut). Perjuangan untuk memperoleh hak atas tanahnya,
terus dilakukan melalui aksi massa, rembuk masalah dengan pihak pemerintahan
serta mencari dukungan dari organisasi massa.
Selama proses perjuangan,
diketahui bahwa sertifikat tanah milik pengusaha tersebut cacat hukum. Tahun
1993–1996 represi maupun upaya penggusuran petani melalui aparat TNI maupun
Polisi berangsur-angsur berkurang. Hingga kini petani telah menanami lahan
tersebut tanpa ada ancaman dari siapapun.
Kepemilikan lahan didistribusikan
secara merata sekitar 1,5-2 Ha per Kepala Keluarga. Perkampungan penduduk
seluas ± 1 Ha untuk pemukiman dengan 27 rumah, satu mesjid. Selebihnya lahan
yang diperjuangkan seluas ± 100 Ha didstribusikan menjadi lahan perkebunan
petani. Pada tahun 1993, petani menanami lahannya dengan komoditas tanaman
keras berupa sawit. Dengan mengandalkan kemampuan seadanya.
Selama beberapa tahun masa
penanaman dan menunggu masa panen, para petani mulai memikirkan dan merancang
praktek ekonomi kerakyatan yang akan mereka jalankan bersama. Pada tahun 1996,
petani mendirikan Lembaga Keuangan Petani (LKP) “Kijang Mas”. Pada awalnya
kegiatan LKP hanya berupa simpan pinjam dengan besar simpanan pokok Rp. 1000,
simpanan wajib RP. 500, serta simpanan sukarela sesuai dengan kemampuan
anggota. Adanya LKP sangat membantu petani dalam memperoleh modal untuk
mengelola lahannya
Seiring dengan peningkatan
penghasilan anggota dari tanaman yang mulai dapat dipanen, besaran simpanan
pokok dan wajib semakin ditingkatkan. Peningkatan kas LKP mendorong kegiatan
LKP tidak hanya sebatas simpan pinjam, namun hingga pengembangan unit-unit
usaha milik kelompok tani. Pada tahun 2006, melalui cikal bakal LKP ini
dibentuklah Koperasi Kijang Mas yang telah berbadan hukum.
Tahun 2003, mendirikan usaha jual
beli sembako dan kebutuhan rumah tangga. Pada tahun 2004, mendirikan usaha Jual
beli kelapa sawit (TBS). Dengan sistem pembelian yang lebih adil dan
menghindari rente penjualan yang panjang. Tahun 2006, memasarkan beras organik
produksi petani anggota SPI dari Pematang Jering. Usaha penjualan sarana
produksi pertanian (saprodi) pertanian bagi anggota. Perputaran dana simpan
pinjam yang dimiliki Koperasi Kijang Mas, tahun 2006-2007 mencapai Rp.
2.409.556.265.
Disadari bahwa kesalahan diawal
yang dialami adalah tidak dialokasikan lahan kolektif milik bersama. Pada tahun
2002, dimulai penataan dan pengadaan lahan kolektif. Seiring berkembangnya
Koperasi, kelompok sepakat menambah luas lahan kolektif dengan mengalokasikan
SHU Koperasi. Di tahun 2006, petani membangun sekretariat organisasi. Hingga
tahun 2007, luas lahan kolektif mencapai 14,92 Ha.
Banyak manfaat yang telah dirasakan
langsung oleh petani anggota Koperasi Kijang Mas, di antaranya: perolehan SHU
dari simpan pinjam koperasi dan unit usaha yang dijalankan, perolehan tunjangan
kesehatan saat sakit, yang berasal dari kas simpan pinjam koperasi. Bahkan jika
hingga menjalani operasi sakit atau melahirkan mendapat santunan sebesar 1,5
juta rupiah. Selain itu, bagi anggota yang akan memperbaiki rumah tinggalnya
bisa mendapatkan hibah dari Koperasi. Penerimaan hibah untuk pembangunan rumah
digilir dan dijadwalkan dalam rentang waktu tertentu disesuaikan dengan kondisi
SHU Koperasi.
Koperasi Kijang Mas merupakan
satu contoh kesuksesan basis SPI dalam memberdayakan perekonomian anggotanya.
Padahal awalnya, pada tahun 1973 dan sebelum membuka lahan terlantar di dusun
Bukit kijang, para petani tersebut merupakan buruh perkebunan yang tidak
memiliki lahan. Pada tahun 1993, setelah represi dari pengusaha lokal untuk
merampas lahan yang digarap petani berakhir, para petani telah memiliki lahan
rata-rata 1,5 – 2 Ha per KK. Jika dibandingkan, penghasilan sebagai buruh kebun
saat ini hanya sebesar Rp. 878.000 per bulan. Dengan lahan seluas 1,5 hingga 2
Ha per KK, rata-rata pendapatan petani Bukit Kijang sebesar Rp.2.500.000-Rp.
3.000.000 per bulan. Penghasilan petani Bukit Kijang lebih besar tiga sampai
empat kali lipat dibanding penghasilan buruh perkebunan.
Unit-unit usaha bersama dalam
rangka persiapan membentuk koperasi telah terbentuk di beberapa basis SPI.
Diantaranya telah diinisiasi di 15 basis di 3 Kabupaten di Sumatera Utara, yaitu
di Kabupaten Asahan, Padang Lawas, dan Langkat. Unit usaha bersama ini
berbentuk Lembaga Keuangan Petani (LKP).
Bentuk usaha bersama lainnya yang
telah berjalan yaitu usaha bersama di Pusdiklat SPI di Bogor. Usaha bersama ini
dikoordinatori oleh Putro. Usaha bersama ini memiliki 106 anggota yang tersebar
di 5 basis di Kabupaten Bogor, yaitu di basis Cibeureum, Cikareo, Cimanggu,
Ciaruteun Ilir, dan Tegalwaru. Petani menjual ke koordinator, lalu koordinator
membeli secara tunai dari petani, kemudian koordinator menjual produk ke
beberapa tempat seperti Toserba Yogya Surya Kencana, Yogya Cimanggu, Giga Farm
Cibinong (agen), dan sesawi jaya.
Koordinator menetapkan margin
penjualan rata-rata sebesar 1500/kg/produk. Margin ini digunakan untuk biaya
pemasaran, transport, komunikasi, dan dana talangan untuk mengatasi barang yang
rusak. Saat ini terdapat beberapa kelompok anggota usaha bersama yang akan
segera dirapikan dalam bentuk koperasi.
sumber: http://www.spi.or.id/?p=1498