HUBUNGAN PERUSAHAAN
DENGAN STAKEHOULDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL
·
Macam – macam Stakeholder.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu
issu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu
stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
1. Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara
langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan
sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya :
Masyarakat dan tokoh masyarakat,
masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi
akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan
kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Sedangkan tokoh
masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah
itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Di sisi lain,
stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik yakni lembaga/badan publik
yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
2. Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan
kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek,
tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut
bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal
pemerintah.
Yang termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder) :
1.
Lembaga(Aparat)
pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
2.
Lembaga
pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.
3.
Lembaga
swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai
dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk
organisasi massa yang terkait).
4.
Perguruan
Tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan
keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka
juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
5.
Pengusaha
(Badan usaha) yang terkait
3. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal
dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur
eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk
suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1.
Pemerintah
Kabupaten
2.
DPR
Kabupaten
3.
Dinas
yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
·
Stereotipe
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap
kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.[1] Stereotipe merupakan jalan pintas
pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan
hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat.[1]Namun,
stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk
melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe
jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau
bahkan sepenuhnya dikarang-karang. Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda
mengenai asal mula stereotipe: psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok, pola komunikasi tentang kelompok tersebut, dan konflik antarkelompok. Sosiolog menekankan pada hubungan di antara kelompok dan posisi kelompok-kelompok
dalam tatanan sosial. Para humanis berorientasi psikoanalisis (mis. Sander Gilman) menekankan bahwa stereotipe secara definisi tidak pernah akurat, namun merupakan
penonjolan ketakutan seseorang kepada orang lainnya, tanpa mempedulikan
kenyataan yang sebenarnya. Walaupun jarang sekali stereotipe itu sepenuhnya
akurat, namun beberapa penelitian statistik menunjukkan bahwa dalam beberapa
kasus stereotipe sesuai dengan fakta terukur.
·
PRASANGKA
(Prejudice)
Secara terminologi, prasangka (prejudice)
merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin.Prae berarti sebelum
dan Judicium berarti keputusan (Hogg, 2002). Prasangka
adalah sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang
semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok (Baron &
Byrne, 1991).
John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga
kategori.[2]
1.
Prasangka
kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
2.
Prasangka
afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
3.
Prasangka
konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam
bertindak.
·
Stigma sosial
Stigma sosial adalah tidak
diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang
tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun
kelompok.
Contoh sejarah stigma sosial dapat terjadi pada orang yang
berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan juga anak luar kawin, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama [1][2]) atau etnis, seperti menjadi
orang Yahudi atau orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa adanya stigma sosial.
·
Mengapa
perusahaan harus bertanggung jawab ?
Menurut saya, sebuah
perusahaan harus memiliki tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Mengapa demikian? Karena bila kita fikirkan
secara seksama, sebuah perusahaan tidak akan berdiri begitu saja tanpa adanya
subjek-subjek yang berperan langsung dalam usaha tersebut baik subjek dari segi
internal maupun eksternal perusahaan. Perusahaan ada karena permintaan konsumen
terhadap suatu produk. Perusahaan dapat berkembang karena adanya keikutsertaan
pemegang saham dan karyawan didalamnya. Bahkan sebuah perusahaan pun ada karena
adanya izin dari masyarakat yang berada di sekitar lingkungan perusahaan. Rasa
tanggung jawab akan menjadikan sebuah perusahaan akan berkembang dan kian
maju.
Bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap konsumen :
1. Memberikan pelayanan yang baik
terhadap para konsumen.
2. Kelayakan terhadap barang/jasa yang
didapat oleh konsumen.
3. Meberikan bonus potongan teradap
konsumen.
Bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap karyawan :
1. Mensejahterakan karyawan dengan cara
memberikan gaji sesuai waktu kerja dan kinerjanya.
2. Memberikan rewards dalam bentuk
tunjangan gaji.
3. Memberikan fasilitas kesehatan,
seperti asuransi.
Bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap pemegang saham :
1. Berusaha jujur atas jalannya
perusahaan, baik dari segi materil maupun non materil.
2. Harus ada rasa tanggung jawab atas
investasi yang diberikan oleh seorang investor.
Bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungan:
1. Dalam kasus sebuah pabrik, yaitu
tidak membuang limbah pabrik secara sembarang karena dapat mencemari
lingkungan
2. Melakukan rehabilitas lingkungan
sekitar.
organisasi bisnis memiliki empat
tanggung jawab yakni :
1. Tanggung jawab ekonomi yakni memproduksi
barang dan jasa yang bernilai bagi masyarakat.
2. Tanggung jawab hukum yakni perusahaan
diharapkan mentaati hukum yang ditentukan oleh pemerintah
3. Tanggung jawab etika yakni perusahaan
diharapkan dapat mengikuti keyakinan umum mengenai bagaimana orang harus
bertindak dalam suatu masyarakat.
4. Tanggung jawab kebebasan memilih
yakni tanggung jawab yang diasumsikan bersifat sukarela.
·
Komunitas
indonesia dan etika bisnis
Gerakan Konsumerisme
Gerakan konsumerisme ini
telah berkembang di negeri barat sejak tahun 1960-an. Sebagai hasil dari
gerakan ini adalah diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
meliputi bermacam-macam aspek mulai dari perlindungan atas pratik penjualan
paksa yang tidak etis sampai pada pemberian izin lisensi bagi para petugas
reparasi alat – alat rumah tangga misalnya.
Tujuan yang tekandung
dalam gerakan konsumerisme ini mencakup beberapa macam antara lain:
1. Memperoleh perhatian dan tindakan
nyata oleh kalangan bisnis tehadap
keluhan-keluhan konsumen atas praktik bisnisnya.
2. Pelaksanaan strategi
advertensi/periklanan yang realities dan mendidik serta tidak menyesatkan masyarakat.
3. Diselenggarakannya panel diskusi
secara periodik antara wakil-wakil konsumen (dalam hal ini YLKI misalnya)
dengan para pengusaha.
4. Perbaikan servis/pelayanan purna jual
yang lebih baik serta mengurangi kejengkelan/frustasi konsumen atas pemakaian
barang-barang yang telah dibelinya.
5. Terselenggaranya kegiataan “Public
Relation” atau “PR” yang lebih menitik beratkan pada pelayanan dengan sasaran
kepuasan konsumen dan tidak hanya promosi semata-mata. Kegiataan PR ini dewasa
ini telah berkembang pula di indonesia terutama di kota-kota besar seperti
Jakarta, Surabaya dan medan misalnya.
Sehubungan
dengan hal ini dapatlah kita kutip pernyataan dari seorang tokoh yang cukup
terkenal di dunia yaitu presiden john F. Kennedy pada tahun 1962 yang tertuang
dalam journal of business, December 1969, pp. 25-29 yang menyatakan bahwa
hak-hak konsumen adalah berupa :
1. Konsumen memiliki hak atas
keselamatan
2. Konsumen memiliki hak untuk
memperoleh informasi
3. Konsumen memiliki hak untuk memilih
4. Konsumen memiliki hak untuk
didengarkan.
Etika bisnis merupakan
penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan
itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam
melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika
pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memilki etika pergaulan
antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika
pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.
Dengan hilangnya etika yang sangat
umum saat ini, apakah yang dapat dilakukan untuk memulihkan kepercayaan kepada
sistem pasar bebas dan pemimpin secara umum,? Pertama, mereka yang telah
melanggar hukum harus dihukum sesuai dengan sesuai dengan kejahatannya. Banyak
tindakan tidak bermoral dan tidak etis yang berada dalam hukum kita.
Dimensi etika dalam perusahaan
-
Etika
adalah pandangan, kayakinan dan nilai akan sesuatu yang baik dan buruk, benar dan
salah (griffin)
-
Etika
perusahaan adalah standar kelayakan pengelolaan organisasi yang memenuhi
criteria etika.
Upaya perwujudan dan peningkatan
etika perusahaan
-
Pelatihan
etika
-
Advokasi
etika
-
Kode
etika
-
Keterlibatan
public dalam etika perusahaan.
·
Dampak tanggung jawab sosial perusahaan
1. Manfaat bagi Perusahaan
Citra Positif Perusahaan di mata
masyarakat dan pemerintah. Kegiatan perushaan dalam jangka panjang akan
dianggap sebagai kontribusi positif di masyarakat. Selain membantu perekonomian
masyarakat, perusahaan juga akan dianggap bersama masyarakat membantu dalam
mewujudkan keadaan lebih baik di masa yang akan datang. Akibatnya ,perusahaan
justru akan memperoleh tanggapan yang positif setiap kali menawarkan sesuatu
kepada masyarakat. Perusahaan tidak saja dianggap sekedar menawarkan produk
untuk dibeli masyarakat, tetapi juga dianggap menawarkan sesuatu yang membawa
perbaikan masyarakat.
2. Manfaat bagi Masyarakat
Selain kepentingan masyarakat
terakomodasi, hubungan masyarakat dengan perusahaan akan lebih erat dalam
situasi win-win solution. Artinya terdapat kerjasama yang saling menguntungkan
ke dua pihak. Hubungan bisnis tidak lagi dipahami sebagai hubungan antara pihak
yang mengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tetapi hubungan kemitraan
dalam membangun masyarakat lingkungan kebih baik. Tidak hanya di sector
perekonomian, tetapi juga dlam sektor sosial, pembangunan dan lain-lain.
3. Manfaat bagi Pemerintah
Memiliki partner dalam
menjalankan misi sosial dari pemerintah dalam hal tanggung jawab sosial.
Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang menetapkan
aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan
sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Pemerintah sebagai pihak yang mendapat
legtimasi untuk mengubah tatanan masyarakat agar ke arah yang lebih baikakan
mendapatkan partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut. Sebagian
tugas pemerintah dapat dilaksanakan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini
perusahaan atau organisasi bisnis.
·
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku
Mekanisme dalam pengawasan
terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan
berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga
budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang.
Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang.
Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar